10-23-2013 ; 6:22 pm
Menemukan seseorang yang mengerti tentang dirimu seutuhnya itu seperti cahaya dalam kelam
Ketika kamu menemukannya jangan pernah berfikir tuk melepaskannya
Berdoalah pada Allah dengan tulus dan tawakal
Katakanlah apa yang kamu inginkan tentang seseorang Ia kirimkan tuk mengisi hari-hari dalam kehidupanmu menjadi lebih baik dari sebelumnya
Sekalipun terkadang Allah selalu memberikan sesuatu bukan dari keinginan kita namun sesuatu yang memang kita butuhkan
Tentang seorang wanita yang belajar tentang dunia barunya
Menyatukan sebuah dunia yang tetap sama dimata Allah dan belajar memahami akhirat tuk masa depannya dan seseorang yang dicintainya karena Allah
Karena ia sadar tiada yang mustahil bagi Allah penciptanya..
Wednesday, October 23, 2013
Sunday, October 13, 2013
Open your eyes..
dunia..entah berapa waktu lagi kan bertahan terlihat didepan matamu..
ketika terbit fajar hingga lelapnya matahari dalam keheningan
ketika kau membuka mata dan bernafas untuk pertama kalinya
ketika kau menutupnya dan mematikanmu dalam perlindunganNya
kesadaran akan cintaNya yang setia mendampingi hidupMu
tujuan dilahirkannya kau ke dunia
pernahkan kau bertanya dalam diam
ketika kau tersadar dunia itu fana
dan negri akhirat adalah kenyataan yang sebenar-benarnya
terhitungkah waktu yang terbuang sia-sia dalam kegelapan yang menyelimutimu
amalan yang terlupakan
ibadah yang terlalaikan
iman yang tergoyahkan
bahagiamu yang terlukiskan dalam tangis tanpa ketenangan
takan pernah berakhir..
hingga kau kembali padaNya..
sepenuh jiwa dan ragamu..
lahir dan batin..
untuk bertaubat dan beriman dijalanNya..
sebelum dunia ini berakhir dan tak ada satupun yang dapat menolong dirimu..
- vidyara -
ketika terbit fajar hingga lelapnya matahari dalam keheningan
ketika kau membuka mata dan bernafas untuk pertama kalinya
ketika kau menutupnya dan mematikanmu dalam perlindunganNya
kesadaran akan cintaNya yang setia mendampingi hidupMu
tujuan dilahirkannya kau ke dunia
pernahkan kau bertanya dalam diam
ketika kau tersadar dunia itu fana
dan negri akhirat adalah kenyataan yang sebenar-benarnya
terhitungkah waktu yang terbuang sia-sia dalam kegelapan yang menyelimutimu
amalan yang terlupakan
ibadah yang terlalaikan
iman yang tergoyahkan
bahagiamu yang terlukiskan dalam tangis tanpa ketenangan
takan pernah berakhir..
hingga kau kembali padaNya..
sepenuh jiwa dan ragamu..
lahir dan batin..
untuk bertaubat dan beriman dijalanNya..
sebelum dunia ini berakhir dan tak ada satupun yang dapat menolong dirimu..
- vidyara -
Wednesday, August 21, 2013
All about Unilever & Dove Reference
Implementasi Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perjalanan waktu telah membuat model pemasaran berubah. Ketika paradigma marketing bergeser dari marketing 1.0 ke marketing 2.0, dari product centric ke customer centric era, dunia seakan mendatar. Tidak ada lagi siapa yang di atas dan siapa yang di bawah. Tidak ada lagi kekuasaan produsen untuk menjejalkan apa yang mereka jual kepada konsumen karena konsumen semakin banyak tahu dan banyak pilihan.
Posisi produsen dan konsumen kini sejajar. Tidak ada lagi informasi yang bersifat indoktrinasi. Akses informasi yang begitu mudah dan cepat membuat konsumen semakin kritis. Pemerhati marketing 2.0, Paul Beelen dalam www.paulbeelen.com mengingatkan bahwa tradisi word of mouth kini makin berkuasa karena dukungan para netter. Web 2.0 merupakan generasi terbaru teknologi web interaktif yang bermetamorfosa ke dalam berbagai bentuk situs jejaring sosial, seperti blog, RSS, facebook, dan lain-lain. Perubahan itu mendorong terjadinya metamorfosa di dunia marketing, yakni dari model pemasaran marketing 1.0 yang bersifat satu arah berubah menjadi marketing 2.0 yang bersifat dua arah.
Kehausan publik terhadap informasi membuat perubahan begitu cepat. Informasi yang didapat publik langsung atau tidak langsung akan mengubah persepsi terhadap dunianya. Ini tentu saja akan membawa perubahan pada dunianya. Karena itu, bila saat ini publik menilai kehebatan marketing 2.0, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat akan ditinggalkan. Menurut Hermawan Kartajaya, pemasaran saat ini tidak hanya diterjemahkan dalam pengertian positioning, differensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek, integritas merek dan menghasilkan citra merek. Di dalam buku Marketing 3.0 : Values-Driven Marketing, Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya mengatakan perusahaan seharusnya tidak hanya memasarkan produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat emosional, melainkan harus pula menonjolkan manfaat spiritual.
Dalam buku The Next Evolution of Marketing : Connect With Your Customer by Marketing With Meaning, Bob Gilbreath mengatakan bahwa tradisional marketing kini sudah out of date karena kecanggihan publik yang mengkonsumsi sesuatu untuk menghindari strategi marketing, bahkan menggunakan media sosial sekalipun. Itu sebabnya dalam marketing communication mendatang mengandalkan digital saja tidak cukup kuat. Ini karena publik akan selalu menemukan cara untuk menghindari bombardir pesan-pesan pemasaran yang seringkali mengganggu. Bob Gilbreath meyakini bahwa di saat konsumen bisa secara aktif memilih untuk menghindari marketing, satu-satunya cara untuk menang adalah dengan menciptakan marketing di mana konsumen akan secara aktif memilih untuk terlibat.
Bob Bilbreath menyebut strategi seperti itu sebagai Marketing With Meaning. Gilbreath mendefinisikan marketing with marketing sebagai marketing yang memberikan nilai tambah (adding value) kepada masyarakat. Meaningful marketing bukanlah pro bono marketing atau sesuatu dilakukan tanpa berharap imbalan. Sebaliknya, bukan pula cause marketing, meskipun cause marketing dapat meaningful juga yang terang-terangan diciptakan untuk memaksa konsumen membeli produk dengan iming-iming sekian rupiah dari harga jual akan disalurkan sebagai charity. Gilbreath memaparkan teori meaningful marketing yang diklaimnya merupakan evolusi strategi marketing selanjutnya setelah digital marketing.
Gilbreath membuat hierarki meaning yang terdiri atas tiga tingkatan di dalam sebuah segitiga. Konsep ini merupakan perpaduan antara hierarki kebutuhan Abraham Maslow dan hierarki ekuitas merek di mana merek menempel di hati pikiran publik.
Inilah metamorfosa dari konsep marketing 2.0. marketing with meaning adalah strategi bersaing dengan menawarkan sesuatu yang berarti bagi pelanggan pada saat mereka benar-benar membutuhkan, bahkan ketika mereka belum menjadi pelanggan. Banyak perusahaan yang telah melakukannya. Salah satunya adalah Unilever Indonesia melalui program Dove Sisterhood yang dimulai Oktober 2009 hingga Maret 2010.
Dove Sisterhood adalah sebuah komunitas di mana para perempuan pengguna Dove Hairtherapy yang Dove sebut sebagai Sister bisa saling berbagi. Di komunitas ini, Sister bisa berbagi informasi mengenai kesehatan dan kecantikan rambut, baik dari Dove Expert maupun sesama Sister, sehingga Sister bisa selalu tampil penuh percaya diri dengan rambutnya yang bebas kerusakan. Selain itu, di sini Sister juga bisa sharing berbagai macam informasi menarik seputar dunia perempuan.
Harapan Dove adalah melalui Dove Sisterhood, Sister bisa menjadi Amazing Woman, yaitu perempuan yang tampil percaya diri dengan kecantikannya yang unik, serta memiliki kekuatan untuk membantu sesama Sister lainnya. Kali ini Dove Sisterhood mengajak para Sister untuk membantu para “Perempuan Kepala Keluarga” yang tergabung dalam Yayasan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep marketing with meaning?
2. Bagaimana implementasi marketing with meaning pada program Dove Sisterhood?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang :
1. Konsep marketing with meaning.
2. Implementasi marketing with meaning pada program Dove Sisterhood.
BAB II
MARKETING WITH MEANING
2.1. Konsep Marketing With Meaning
Secara terminologi, meaningful marketing kelihatannya sama saja dengan strategi marketing dengan value proposition yang sangat berarti (meaningful) buat customer-nya. Namun meaningful marketing versi Bob Gilbreath bukanlah perkara value proposition produk yang meaningful, melainkan persoalan value added yang menyertai produk itu yang meaningful, yang tidak hanya bisa dinikmati pelanggan, melainkan juga oleh target market yang belum membeli produk tersebut atau belum menjadi customer. Value added itu bisa menciptakan kedekatan yang pada akhirtnya bisa menggiring target market menjadi pelanggan setia.
Menurut Bob Gilbreath, “Marketing with meaning is the antidote to opting out; it adds value to people’s lives independent of purchase. It’s marketing that is often more meaningful than the product it aims to sell”. Menurut Davy Tuilan, Managing Direktur PT. Ford Motor Indonesia, meaningful marketing adalah suatu kegiatan pemasaran atau suatu konsep pemasaran yang betul-betul bisa memberikan value bagi produsen, stakeholder, konsumen, pemerintah dan sistem, dan hal ini bisa memberikan dampak positif kepada brand. Stefan Orlander, Global Director For Brand Connection Nike berpendapat bahwa “If we can do something to benefit our consumers and serve the needs of athletes to perform better, they will return to our brand.”. Jika kita dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi konsumen-konsumen kita dan melayani kebutuhan-kebutuhan dari atlit-atlit dengan lebih baik, mereka akan kembali ke merek kita.
Dalam buku The Next Evolution of Marketing : Connect With Your Customer by Marketing With Meaning, Bob Gilbreath mengatakan bahwa tradisional marketing kini sudah out of date karena kecanggihan publik yang mengkonsumsi sesuatu untuk menghindari strategi marketing, bahkan menggunakan media sosial sekalipun. Itu sebabnya dalam marketing communication mendatang mengandalkan digital saja tidak cukup kuat. Ini karena publik akan selalu menemukan cara untuk menghindari bombardir pesan-pesan pemasaran yang seringkali mengganggu.
Gilbreath menyebut strategi itu sebagai marketing with meaning. Gilbreath mendefinisikan marketing with meaning sebagai marketing yang memberikan nilai tambah (adding value) kepada masyarakat. Gilbreath membuat hierarki meaning yang terdiri atas tiga tingkatan di dalam sebuah segitiga. Konsep ini merupakan perpaduan antara hierarki kebutuhan Abraham Maslow dan hierarki ekuitas merek di mana merek menempel di hati dan pikiran publik.
Berikut dapat dilihat perbedaan dari Marketing With Meaning dengan Direct Marketing dan Permission Marketing.
Tabel 2.1
Perbedaan Direct Marketing, Permision Marketing dan Marketing With Meaning
Direct Marketing Permission Marketing Marketing With Meaning
Approach the consumer directly, using targeted information. Seek consumer approval and input prior to the approach. Create marketing that invites consumer participation.
“Advertising arrives at my home, whether I like it or not” “I can choose wheater or not to receive relevant advertising” “The marketing itself improves my life, so I will both notice you and give you my business.”
“Tell and sell”
Monologue “Give and Take”
Dialogue “Value Added” benefit
Interruption Authorization Service
Focus on medium Focus on message Focus on meaning
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing
2.2. Model Marketing With Meaning
Untuk menciptakan meaningful marketing, pertama-tama harus menentukan apa yang secara sungguh-sungguh penting bagi target market dan apa yang mereka cita-citakan. Secara spesifik, perlu mengungkapkan yang mana dari kebutuhan mereka yang masih belum terpenuhi di kehidupannya. Bob Gilbreath menyebutnya sebagai kebutuhan tingkat tinggi.
Ada tiga tingkatan meaningful marketing yang merupakan hasil penggabungan dua teori, yaitu teori hierarki kebutuhan dasar manusia versi Abraham Maslow, seorang sosiolog yang memotret kebutuhan tingkat tinggi konsumen dan teori hierarki ekuitas merek, sebuah alat yang sering digunakan marketers untuk menunjukkan di level mana brand mereka berada di dalam hati dan pikiran konsumen.
Gambar 2.1 Both Brands and People Seek Higher Meaning
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing
Dengan kata lain, meaningful marketing adalah mempertemukan level tertinggi dari meaningful yang dicari manusia (people seek higher meaning), dari level phsycological, safety, love/belonging, sampai self actualization, dan level tertinggi dari meaningful yang ingin dicapai brands (brands seek higher meaning), dari attributes, benefits, values, character, sampai equity.
Perpaduan dua bentuk hierarki di atas menghasilkan tiga tingkatan meaningful marketing, yaitu :
Gambar 2.2 The Hierarchy of Meaningful Marketing
Sumber : Bob Gilbreath, The Next Evolution Marketing
Hirarki dari meaningful marketing (lihat Gambar 2.2) merupakan perpaduan antara kebutuhan-kebutuhan konsumen tingkat tinggi dengan hierarki merek yang sesuai, menghasilkan tiga strata tentang pemasaran yang terus meningkat penuh arti kepada konsumen-konsumen.
1. Solution marketing, yang meng-covers kebutuhan dan manfaat dasar rumah tangga seperti penawaran yang membantu dan penghematan uang.
2. Connecting marketing, merepresentasikan langkah yang signifikan menuju pembangunan hubungan yang erat (bonding relationship) antara people dan brands. Ini mendekati kategori love/belonging-nya Maslow, yaitu menyediakan benefit di luar kebutuhan informasi yang mendasar dan relevan dengan sesuatu yang penting dalam benak konsumen, seperti social outlet dan ekspresif kreatif.
3. Achievement marketing, berhubungan dengan self actualization-nya Maslow, yaitu marketing dengan cara memungkinkan orang untuk signifikan memperbaiki kehidupan mereka, merealisasikan sebuah mimpi, atau secara positif mengubah komunitas atau dunia mereka.
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Marketing With Meaning
Berdasarkan model pendekatan masalah pada gambar 2.3 di atas, untuk menciptakan meaningful maketing, seorang marketer harus mengetahui kebutuhan apa yang dicita-citakan oleh konsumen terhadap suatu produk atau merek yang dapat menciptakan sesuatu meaningful bagi konsumen sendiri. Perpaduan antara tingkatan merek dengan hirarki kebutuhan dapat menghasilkan pemasaran yang penuh arti (meaningful marketing) bagi konsumen, dan berdampak pada terciptanya kepuasan dan meningkatnya loyalitas konsumen itu sendiri.
BAB III
IMPLEMENTASI MARKETING WITH MEANING PADA PROGRAM DOVE SISTERHOOD
3.1. Profil Perusahaan
Type
Public
(Chairman)
Michael Treschow
(Vice Chairman)
Baron Simon
(CEO)
Paul Polman
Industry Conglomerate Products See brands listing Revenue
€40.523 billion (2008)
Operating income
€8.386 billion (2008)
Net income
€5.285 billion (2008)
Employees
174,000 (2008)
Website
www.unilever.com
gambar 3.1. Logo Dove
Dove adalah merek perawatan pribadi yang dimiliki oleh Unilever. Dove terbuat dari surfaktan sintetis, serta beberapa minyak sayur yang berbasis bahan sabun, seperti natrium kernelate sawit. Dove dirumuskan untuk menjadi pH netral, dengan pH yang biasanya antara 6,5 dan 7,5.
Produk Dove yang diproduksi di Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Irlandia, Australia, dan Brasil. Dove merek dagang dan merek saat ini dimiliki oleh Unilever. Logo Dove adalah profil siluet suatu merpati, warna yang sering bervariasi.
Produk Dove meliputi: antiperspirants / deodoran, sabun, lotion / pelembab, perawatan rambut dan produk perawatan wajah.
Di AS, sabun batangan Dove saat ini diproduksi untuk melembabkan kulit, cocok digunakan untuk kulit sensitif, tidak diberi wewangian, nutrium bergizi, dan berwarna putih.
3.2. Sejarah Dove
Dove telah memposisikan sepanjang sejarahnya tanpa menyebut sebagai "sabun", tetapi sebagai suatu "beauty bar" dengan seperempat krim pembersih, untuk melembabkan kulit ketika mandi, kontras dengan efek pengeringan sabun biasa (yang hanya "sabun").
Pesan iklan diperkuat oleh Bossing krim yang dituangkan ke dalam ”beauty bar”. Pada tahun 1979, kalimat "krim pembersih" digantikan dengan "krim pelembab". Pada tahun 1979, seorang dokter dari Pennsylvania menunjukkan bahwa Dove cocok untuk kulit kering dan kulit yang teriritasi secara signifikan kurang dari sabun biasa. Sebagai hasil dari studi ini, Unilever mulai agresif memasarkan dan memenangkan lebih dari 24% dari market share di tahun 2003.
3.3. Promosi Penjualan Dove
Pada tahun 2006, Dove memulai Dove Self-Esteem Fund. Memiliki tujuan sebagai agen perubahan untuk mendidik dan mengilhami para wanita pada definisi yang lebih luas tentang kecantikan dan untuk membuat mereka merasa lebih percaya diri tentang diri mereka sendiri. Sampai hari ini, Dove telah menciptakan sejumlah online hanya sebagian besar film-film pendek, termasuk Daughters (yang juga disiarkan di 75 titik detik selama Super Bowl XL), Evolution (yang memenangkan dua penghargaan di Cannes Lions International Advertising Festival), Onslaught, dan Amy.
Gambar 3.2. Logo Dove Sisterhood
Dove sebagai ahli perawatan rambut rusak (Damage Care Expert) yang mengerti kebutuhan perempuan, paham bahwa perempuan memiliki semangat berbagi dan keterikatan antara sesamanya yang sangat kuat (Sister Helps Sister). Semangat berbagi dan saling membantu ini tidak hanya untuk masalah kecantikan, tapi juga untuk menolong perempuan lain untuk menjadi lebih baik dan kuat dalam hidupnya.
Dove Sisterhood adalah sebuah komunitas di mana para perempuan pengguna Dove Hairtherapy yang Dove sebut sebagai Sister bisa saling berbagi. Di komunitas ini, Sister bisa berbagi informasi mengenai kesehatan dan kecantikan rambut, baik dari Dove Expert maupun sesama Sister, sehingga Sister bisa selalu tampil penuh percaya diri dengan rambutnya yang bebas kerusakan. Selain itu, di sini Sister juga bisa sharing berbagai macam informasi menarik seputar dunia perempuan.
Harapan Dove adalah melalui Dove Sisterhood, Sister bisa menjadi Amazing Woman, yaitu perempuan yang tampil percaya diri dengan kecantikannya yang unik, serta memiliki kekuatan untuk membantu sesama sister lainnya. Kali ini Dove Sisterhood mengajak para Sister untuk membantu para “Perempuan Kepala Keluarga” yang tergabung dalam Yayasan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga).
Para “Perempuan Kepala Keluarga” ini adalah perempuan dengan ekonomi lemah yang karena berbagai hal, seperti ditinggal suami meninggal, bercerai, atau menggantikan fungsi ayah yang tidak mampu mencari nafkah lagi, harus mengambil alih peran mereka sebagai tulang punggung keluarga. Oleh Yayasan PEKKA, para Perempuan Kepala Keluarga ini dibantu melalui pelatihan ketrampilan, pendidikan, dan pelatihan-pelatihan lain nya untuk bisa hidup mandiri dengan penuh percaya diri dan kuat untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Dove memilih Yayasan PEKKA beserta anggotanya untuk dibantu oleh para Sister, karena Dove percaya para Sister memiliki semangat yang sama dengan para perempuan ini, yaitu semangat untuk saling berbagi, membantu sesama perempuan memiliki kekuatan untuk bangkit dan bisa hidup dengan penuh percaya diri.
Oleh karena itu, Dove mengajak para Sister untuk bergabung dan mendukung gerakan Dove Sisterhood ini, sehingga kita bisa menolong para “Perempuan Kepala Keluarga” untuk menjadi “Amazing Single Mom”. Tentunya semakin banyak Sister yang bergabung dalam Dove Sisterhood, semakin banyak pula “Perempuan Kepala Keluarga” yang kita bantu.
Rangkaian program Dove Sisterhood ini berlangsung mulai dari pertengahan bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Dove Sisterhood akan ditutup dengan penyerahan donasi serta penyelenggaraan kegiatan pelatihan dan operasional bagi para perempuan kepala keluarga sebagai bentuk realisasi penggunaan donasi. Selain beramal dengan menolong perempuan lain, tentunya Dove Sisterhood juga memberikan banyak manfaat untuk para anggota Dove Sisterhood, serta kesempatan memenangkan hadiah dengan nilai total jutaan rupiah dan kesempatan tampil bersama Maia Estianty di testimonial Dove berikutnya untuk 5 anggota Dove Sisterhood yang memiliki anggota terbanyak.
Untuk merekrut para perempuan Indonesia yang ingin menjadi ”Amazing Woman” dengan menolong sesama (Look Good By Doing Good), Dove akan mengadakan Road Show yang akan diselenggarakan di sepuluh 10 universitas yang tersebar di Bodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Selain Road Show, para perempuan Indonesia yang ingin bergabung menjadi bagian dari komunitas Dove Sisterhood dan mengembangkan timnya juga dapat mendaftarkan dirinya secara online melalui website resmi Dove Sisterhood di www.DOVE-sisterhood.com.
3.4. Implementasi Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood
Gambar 3.3. Model Pendekatan Masalah
Marketing With Meaning Pada Program Dove Sisterhood
Dove merupakan merek kecantikan wanita yang dimiliki oleh Unilever. Berdasarkan tingkatan merek menurut Kotler dan Amstrong (2008), sebuah merek terdiri dari attributes, benefits, values, character dan equity. Dove dikenal sebagai sabun kecantikan dan kesehatan wanita. Konsumen Dove tidak hanya melihat bahwa Dove adalah produk dari Unilever, tetapi manfaat dan nilai-nilai yang diberikan oleh produk tersebut. Bahkan pada tahun 2003 memenangkan lebih dari 24% dari market share.
Untuk memberikan sesuatu yang meaningful kepada pelanggannya, pertama-tama Dove harus mengetahui kebutuhan dari pada pelanggannya, yaitu kaum perempuan. Kebutuhan dari kaum perempuan tersebut ialah tentang kecantikan. Definisi cantik menurut dunia barat adalah langsing, putih, muda dan blonde. Selama puluhan tahun, paham itu telah meracuni benak kaum perempuan di seluruh dunia yang disebarkan melalui majalah-majalah wanita dan dunia fashion. Akibatnya, korban-korban anorexia dan bulimia bergelimpangan di Eropa dan Amerika, terutama kalangan remaja. Hal ini menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia kesehatan.
Sejak awal Dove telah menangkap bahwa menjadi cantik adalah desire (hasrat terdalam) kolektif umat wanita. Namun ketika pemahaman tentang kecantikan diarahkan dalam definisi yang seragam seperti proporsi boneka Barbie yang sesungguhnya tidak ada dalam dunia nyata, nyatalah bahwa hal itu berbahaya.
Berangkat dari kondisi yang memprihatinkan tersebut, kampanye Dove the Real Beauty global mulai dirilis pada tahun 2000. Melalui program itu, Dove menyampaikan pesan baru yang bertolak belakang dengan definisi kecantikan yang selama ini menjadi norma. Kecantikan sejati datang dari dalam diri sendiri. Setiap orang berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan ini kemudian diaplikasikan dalam program yang bertujuan untuk menanamkan definisi cantik berdasarkan konsep kepercayaan diri di benak para remaja putri. Dengan wadah yayasan bernama Dove Self-Esteem Fund yang didirikan di beberapa Negara, Dove bergerak melakukan edukasi ke kalangan remaja.
Di Indonesia, yayasan ini dipandang belum perlu karena potensi penyakit psikologis kronis akibat takut gemuk tersebut dinilai belum terlalu besar. Karena itu, tim Dove dari Unilever Indonesia berusaha mencari program lain guna menerjemahkan pesan the real beauty. Tetap dalam benang merah untuk memberikan the meaning of life bagi konsumen, pada bulan Oktober 2009 lalu akhirnya dibesut program Dove Sisterhood. Kampanye ini merupakan lanjutan program Dove Hairtherapy yang memposisikan diri sebagai ahli perawatan rambut rusak.
Tim Dove global telah memiliki white paper sebagai panduan untuk menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana nafasnya. Berdasarkan white paper tersebut, Dove Indonesia menemukan insight bahwa wanita selalu mencari rekomendasi dari teman-temannya dalam memilih produk kecantikan. Jika sudah memiliki kepercayaan diri yang dimulai dari rambut sehat, dia akan dengan senang hati memberikan rekomendasi untuk membantu sahabat atau perempuan lainnya agar tampil percaya diri seperti dirinya.
Melihat fenomena seperi itu, Dove mencoba memberikan sesuatu yang meaningful dengan memberikan sesuatu yang lebih berarti bagi konsumennya. Perwujudan dari meaningful marketing Dove adalah sebagai berikut :
1. Dove memberikan informasi yang berharga bagi standar kecantikan perempuan, yaitu bahwa kecantikan sejati itu (the real beauty) datang dari dalam diri sendiri. Setiap perempuan berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan yang disampaikan Dove ini merupakan sebuah solusi bagi wanita tentang definisi cantik, tidak seperti yang ditegaskan selama berpuluh-puluh tahun yang lalu bahwa cantik itu langsing, putih, muda dan blonde.
2. Dove menciptakan program Dove Sisterhood sebagai wadah untuk membangun hubungan antara konsumen dan perusahaan. Dengan adanya hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan, maka perusahaan akan dapat menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana pengalamannya menggunakan produk mereka.
3. Dengan adanya program Dove Sisterhood ini, konsumen dapat mengaktualisasikan dirinya untuk membantu perempuan lainnya. Dengan menggalang semangat solidaritas antar sesama perempuan untuk bergabung dalam Dove Sisterhood, Dove berkomitmen menyumbang Rp 1000,00 untuk setiap keanggotaannya. Donasi tersebut digunakan untuk membantu Perempuan kepala Keluarga Berekonomi lemah di bawah asuhan LSM PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Gerakan Dove Sisterhood menyerukan semangat saling menolong untuk menjadi “amazing woman” yang tampil percaya diri, cantik luar dalam dengan kepribadian yang kuat (look good by doing good).
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk menciptakan meaningful marketing, pertama-tama harus menentukan apa yang secara sungguh-sungguh penting bagi target market dan apa yang mereka cita-citakan. Secara spesifik, perlu mengungkapkan yang mana dari kebutuhan mereka yang masih belum terpenuhi di kehidupannya. Bob Gilbreath menyebutnya sebagai kebutuhan tingkat tinggi.
Ada tiga tingkatan meaningful marketing yang merupakan hasil penggabungan dua teori, yaitu teori hierarki kebutuhan dasar manusia versi Abraham Maslow, seorang sosiolog yang memotret kebutuhan tingkat tinggi konsumen dan teori hierarki ekuitas merek. Kesimpulan dari pembahasan kasus berdasarkan model Marketing With Meaning pada Program Dove Sistergood adalah sebagai berikut :
1. Dove memberikan informasi yang berharga bagi standar kecantikan perempuan, yaitu bahwa kecantikan sejati itu (the real beauty) datang dari dalam diri sendiri. Setiap perempuan berhak merasa cantik karena masing-masing memiliki keunikan. Pesan yang disampaikan Dove ini merupakan sebuah solusi bagi wanita tentang definisi cantik, tidak seperti yang ditegaskan selama berpuluh-puluh tahun yang lalu bahwa cantik itu langsing, putih, muda dan blonde.
2. Dove menciptakan program Dove Sisterhood sebagai wadah untuk membangun hubungan antara konsumen dan perusahaan. Dengan adanya hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan, maka perusahaan akan dapat menangkap aspirasi konsumen, apa yang mereka rasakan dan bagaimana pengalamannya menggunakan produk mereka.
3. Dengan adanya program Dove Sisterhood ini, konsumen dapat mengaktualisasikan dirinya untuk membantu perempuan lainnya. Dengan menggalang semangat solidaritas antar sesama peremuan untuk bergabung dalam Dove Sisterhood, Dove berkomitmen menyumbang Rp 1000,00 untuk setiap keanggotaannya. Donasi tersebut digunakan untuk membantu Perempuan kepala Keluarga Berekonomi lemah di bawah asuhan LSM PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Gerakan Dove Sisterhood menyerukan semangat saling menolong untuk menjadi “amazing woman” yang tampil percaya diri, cantik luar dalam dengan kepribadian yang kuat (look good by doing good).
# DAFTAR PUSTAKA
* How To Evaluate Your Text Marking. Belmont, CA:Wadsworth, 2007
* http://en.wikipedia.org/wiki/Dove_(brand)
* http://www.unilever.co.id/
* Kotler, Phillip dan Gary Amstrong.2008.Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12. Jakarta :Erlangga
* Majalah Mix Edisi 022 Februari 2010
* www.DOVE-sisterhood.com
* www.marketingwithmeaning.com
* http://danidena.blogspot.com/2010/05/implementasi-marketing-with-meaning.html
Monday, July 29, 2013
Social Media Strategy
1. Mampu dibaca dan dikuasai maksudnya dalam hitungan cepat, mungkin hitungan detik, sehingga media iklan jangan terlalu ramai, berlapis-lapis alinianya. Terutama jika diletakkan di jalan raya dengan kecepatan kendaraan pembaca yang rata-rata cukup tinggi, untuk membaca hanya memeiliki kesempatan sekitar 3-5 detik.
2. Menghindari kesan terlalu detil sekali, sehingga sulit menangkap ini pesan dan akan menurunkan antusiasme serta dorongan ingin tahu, sedang tujuan awal adalah membangun kesan dan pesan simetris secara singkat untuk memancing kesan awal dan melahirkan persepsi awal.
3. Memiliki nilai focus, menempatkan sebuah focus untuk mencari arah perhatian paling utama dalam sebuah media, baik melalui komposisi warna, ukuran huruf, posisi dan bentuk.
4. To the point, jangan memberikan penjelasan yang terlalu diskriptif yang menghilangkan kesan intelektualitas , ambil poin-poin saja.
5. Perhatikan peletakan media dengan menggabungkan unsur sumber cahaya, atau arah jalan yang produktif dll.
6. Komunikasi dengan cepat melalui kata-kata yang lazim dan umum
7. Jangan terlalu memancing perhatian dengan kata-kata yang susah di terjemahkan, atau cenderung keinggris-inggrisan, kalau kesan yang dibangun adalah “nilai informasinya”
8. Simple dan elegan, sekali lagi iklan dalam lingkungan ramai haruslah simpel, tidak terlalu didominasi dengan kekuatan desain semata, dominasi tekstur-goresan yang rumit, overlap dll.
9. Bijak dalampenggunaan foto dan gambar, semua haruslah relevan. gambar yang tidak memiliki unsur persuasi, dihilangkan.
10. Perhatikan, rata-rata pengakses Media iklan, kaitkan dengan Segmentasi Pasar yang digariskan oleh manajemen/pimpinan.
Reference :
* http://businesslounge.co/?p=6381
Friday, June 21, 2013
Recover Lost Data Drive
* Recover Data with R-Studio :
Reference : http://www.youtube.com/watch?v=j2nl7_DoHoY
Wednesday, June 19, 2013
MapleStory MMORPG - Online Game (free Download+Play)
MapleStory Wolrd
# Job Class :
*Aran
*Sengoku
*etc.
Thursday, June 6, 2013
Monday, May 20, 2013
Friday, May 10, 2013
Legend Of The Snow Maiden - A Russian Fairy Tales (^.^)
Snow Maiden : Snegurochka
Snow girl
Snegurochka,
also known as the Snow Maiden or Snowy, is a unique character of
Russian folklore and anessential part of Russian New Year’s
celebrations. The origins of Snegurochka are contradictory. The
roots of this feminine character can be found in Slavic pagan beliefs.
According to legend, she is the daughter of Father Frost and the Snow Queen. However,
another Russian fairy-tale tells a story of an old man and woman who
had always regretted that they did not have any children. In winter they
made a girl out of snow.
The snow maiden came alive and became the daughter they never had. They called her Snegurochka. But when the summer sun began to warm the land, the girl became very sad.
One day she went into the woods with a group of village girls to pick flowers. It began to get dark and the girls made a fire and began playfully jumping over the flames. Snegurochka also jumped, but suddenly she melted and turned into a white cloud.
In some parts of Russia people still follow the ancient tradition of
drowning a straw figure in the river or burning it on the bonfire to
dispel the winter. This custom symbolizes the transition from winter to
spring.
Snegurochka's love story
Image from slavs.org.ua
Image from slavs.org.ua
Snegurochka became widely known in the 19th century after Russian playwright Aleksandr Ostrovsky wrote the play Spring Fairytale
based on the legend. The play portrays the young beauty as the daughter
of Frost and Spring. She is immortal and she lives in her father’s
winter forest. Snegurochka is lonely and would happily give up her immortality for the ability to feel love, like normal humans.
Snegurochka's
mother Spring gives her a gift of a Love Wreath that makes her capable
of loving. However, as soon as she falls in love she leaves her forest
and melts at dawn as the sun touches her with its rays and turns her
into a cloud. Nikolay Rimsky-Korsakov then wrote an opera Snegurochka based on Ostrovsky’s play.
The soul of the New Year
The modern image of Snegurochka appeared at the turn of the 20th century, as she
became a popular character in children's New Year’s celebrations and
theatrical performances. Little girls enjoyed being dressed up as Snegurochka by their mothers in light winter attire and sometimes a cap. Snegurochka has always been an essential part of the New Year’s
celebrations and a helper to Father Frost, the Russian Santa Claus.
Young, beautiful and smiling, she always travels with Father Frost on a
horse-drawn sledge to visit children and give them gifts; she acts as a
mediator between Father Frost and the children.
Looks and personality
Image from www.sapupa.ru
Snegurochka is forever young and beautiful. According to the legend the old man and woman who made her from snow used two deep blue beads for eyes, made two dimples in her cheeks, and used a piece of red ribbon for her mouth. Snegurochka was very beautiful, but when she came to life, she was even better. Snegurochka is often depicted with snow white skin, deep sky-blue eyes, cherry lips and curly fair hair.
Originally Snegurochka
wore only white garments and a crown, decorated with silver and pearls.
Her present day costume is blue, red, white or silver and her crown is
sometimes replaced by an embroidered cap with fur edging. She is
probably one of the most attractive female characters in Russian
culture.
Where to find her
Snegurochka is said to live deep in
the winter forest. Snegurochka's modern place of residence is quite real
- it's the Russian city of Veliky Ustug (in the fairytale, her origins
are in the Russian city of Kostroma). Nowadays, Father Frost is
considered to be her grandfather rather than her father, as in the old
legend.
* Another Story Of Snow Maiden (^.^) :
One day. They went to SnowMountain. They made a girl from snow and they
dressed her beautifully. When theday got dark, they went home and left
the snow girl alone. In the morning, someone knocked them door. “Anybody here?” the girl said.The old women open the door and answered.“Who are you?”, the girl said “I’m Snow Maiden, your daughter”The old woman was surprised and happy. “Oh, Really? ThanksGod! Come in, please!”. Since that, Snow Maiden lived with her parents. She is abeautiful girl,
kind and diligent. Her parents and all of her friends love herso much.
Oneday, Snow Maiden played with her friends. They played the circle of
fire. For awhile, Snow Maiden just looked at them when they jumping
through the fire andrun around on it. Until her friends asked her to
play together. Of course sherefused that because she knew she made from
snow and she would melt if shetouches the fire. But her friend didn’t
know she made from snow and kept onforcing her to jump through the fire.
Finally, Snow Maiden jumped through thefire and does the same thing
like the other until she melted.
Her friend was
sorry about that. They cried and hoping Snow Maiden could liveagain.
But it was useless. Her parents and her friends went to the snowmountain
and started making Snow Maiden again and dressed her beautifully.
Daypassed away and they are still waiting Snow Maiden came back. But
they dreamsnever came true. Snow Maiden would not back anymore..
* Another Story Of Snow Maiden (^.^) :
Once upon a time there lived a woodcutter and his old wife. They were poor and had no children. The old man cut logs in the forest and carried them into town; in this way he eked out a living. As they grew older they became sadder and sadder at being childless.
Once upon a time there lived a woodcutter and his old wife. They were poor and had no children. The old man cut logs in the forest and carried them into town; in this way he eked out a living. As they grew older they became sadder and sadder at being childless.
“We are growing so old. Who will take care of us?” the wife would ask from time to time.
“Do not worry, old woman. God will not abandon us. He will come to our aid in time,” answered
the old man.
One day, in the dead of winter, he went into the forest to chop wood and his wife came along
to help him. The cold was intense and they were nearly frozen.
“We have no child,” said the woodcutter to his wife. “Shall we make a little snow girl to
amuse us?”
They began to roll snowballs together, and in a short while they had made a “snegurochka,” a
snow maiden, so beautiful that no pen could describe her. The old man and the old woman gazed
at her and grew even sadder. “If only the good Lord had sent us a little girl to share our old age!” said the old
woman. They thought on this so strongly that suddenly a miracle happened. They looked at their snow
maiden, and were amazed at what they saw.
The eyes of the snow maiden twinkled; a diadem
studded with precious stones sparkled like fire on her head; a cape of brocade covered her
shoulders; embroidered boots appeared on her feet. The old couple looked at her and did not believe their eyes. Then the mist of breath parted
the red lips of Snegurochka; she trembled, looked around, and took a step forward. The old couple stood there, stupefied; they thought they were dreaming. Snegurochka came
toward them and said: “Good day, kind folk, do not be frightened! I will be a good daughter to you, the joy of your
old age. I will honor you as father and mother.”
“My darling daughter, let it be as you desire,” answered the old man. “Come home with us, our
longed-for little girl!” They took her by her white hands and led her from the forest.
As they went, the pine trees swayed goodbye, saying their farewell to Snegurochka, with their
rustling wishing her safe journey, happy life. The old couple brought Snegurochka home to their wooden hut, their ‘isba,’ and she began her
life with them, helping them to do the chores. She was always most respectful, she never
contradicted them, and they could not praise her enough, nor tire of gazing at her, she was so
kind and so beautiful.
Snegurochka, nevertheless, worried her adopted parents. She was not at all talkative and her
little face was always pale, so pale. She did not seem to have a drop of blood, yet her eyes
shone like little stars. And her smile! When she smiled she lighted up the isba like a gift of
rubles. They lived together thus for one month, two months; time passed. The old couple could not
rejoice enough in their little daughter, gift of God.
Image by IzoSoft
One day the old woman said to Snegurochka: “My darling daughter, why are you so shy? You see
no friends, you always stay with us, old people; that must be tiresome for you. Why do you not
go out and play with your friends, show yourself and see people? You should not spend all your
time with us, aged folk.” “I have no wish to go out, dear Mother,” answered Snegurochka. “I am happy here.” Carnival time arrived. The streets were alive with strollers, with singing from early morning
until late at night. Snegurochka watched the merrymaking through the little frozen window
panes. She watched ... and finally she could resist no longer; she gave in to the old woman,
put on her little cape, and went into the street to join the throng.
In the same village there lived a maiden called Kupava. She was a true beauty, with hair as
black as a raven’s wing, skin like blood and milk, and arching brows. One day a rich merchant came through town. His name was Mizgir, and he was young and tall. He
saw Kupava and she pleased him. Kupava was not at all shy; she was saucy and never turned down
an invitation to stroll.
Mizgir stopped in the village, called to all the young girls, gave them nuts and spiced
bread, and danced with Kupava. From that moment he never left town, and, it must be said, he
soon became Kupava’s lover. There was Kupava, the belle of the town, parading around in
velvets and silks, serving sweet wines to the youths and the maidens and living the joyful
life. The day Snegurochka first strolled in the street, she met Kupava, who introduced all her
friends. From then on Snegurochka came out more often and looked at the youth. A young boy, a
shepherd, pleased her. He was named Lel. Snegurochka pleased him too, and they became
inseparable. Whenever the young girls came out to stroll and to sing, Lel would run to
Snegurochka’s isba, tap on the window and say: “Snegurochka, dearest, come out and join the
dancing.” Once she appeared, he never left her side.
One day Mizgir came to the village as the maidens were dancing in the street. He joined in
with Kupava and made them all laugh. He noticed Snegurochka and she pleased him; she was so
pale and so pretty! From then on Kupava seemed too dark and too heavy. Soon he found her
unpleasant. Quarrels and scenes broke out between them and Mizgir stopped seeing her.
Kupava was desolate, but what could she do? One cannot please by force nor revive the past!
She noticed that Mizgir often returned to the village and went to the house of Snegurochka’s
old parents. The rumor flew that Mizgir had asked for Snegurochka’s hand in marriage.
When Kupava learned this, her heart trembled. She ran to Snegurochka’s isba, reproached her,
insulted her, called her a viper, a traitor, made such a scene that they had to force her to
leave. “I will go to the Tsar!” she cried. “I will not suffer this dishonor. There is no law that
allows a man to compromise a maiden, then throw her aside like a useless rag!”. So Kupava went to the Tsar to beg for his help against Snegurochka, who she insisted had
stolen her lover. Tsar Berendei ruled this kingdom; he was a good and gracious Tsar who loved truth and watched
over all his subjects. He listened to Kupava and ordered Snegurochka brought before him. The Tsar’s envoys arrived at the village with a proclamation ordering Snegurochka to appear
before their master. “Good subjects of the Tsar! Listen well and tell us where the maiden Snegurochka lives. The
Tsar summons her! Let her make ready in haste! If she does not come of her will we will take
her by force!”. The old woodcutters were filled with fear. But the Tsar’s word was law. They helped
Snegurochka to make ready and decided to accompany her, to present her to the Tsar. Tsar Berendei lived in a splendid palace with walls of massive oak and wrought-iron doors; a
large stairway led to great halls where Bukhara carpets covered the floors and guardsmen stood
in scarlet kaftans with shining axes. All the vast courtyard was filled with people.
Once inside the sumptuous palace, the old couple and Snegurochka stood amazed. The ceilings
and arches were covered with paintings, the precious plate was lined up on shelves, along the
walls ran benches covered with carpets and brocades, and on these benches were seated the
boyars wearing tall hats of bear fur trimmed with gold. Musicians played intricate music on
their tympanums. At the far end of the hall, Tsar Berendei himself sat erect on his gilded and
sculptured throne. Around him stood bodyguards in kaftans white as snow, holding silver
axes.
Tsar Berendei’s long white beard fell to his belt. His fur hat was the tallest; his kaftan of
precious brocade was embroidered all over with jewels and with gold. Snegurochka was frightened; she did not dare to take a step nor to raise her eyes. Tsar Berendei said to her: “Come here, young maiden, come closer, gentle Snegurochka. Do not
be afraid, answer my questions. Did you commit the sin of separating two lovers, after
stealing the heart of Kupava’s beloved? Did you flirt with him and do you intend to marry him?
Make sure that you tell me the truth!” Snegurochka approached the Tsar, curtsied low, knelt before him, and spoke the truth; that
she was not at fault, neither in body nor in soul; that it was true that the merchant Mizgir
had asked for her in marriage, but that he did not please her and she had refused his
hand.Tsar Benendei took Snegurochka’s hands to help her to rise, looked into her eyes and said: “I
see in your eyes, lovely maiden, that you speak the truth, that you are nowhere at fault. Go
home now in peace and do not be upset!” And the Tsar let Snegurochka leave with her adoptive parents. When Kupava learned of the Tsar’s decision she went wild with grief. She ripped her sarafan,
tore her pearl necklace from her white neck, ran from her isba, and threw herself in the
well.
From that day on, Snegurochka grew sadder and sadder. She no longer went out in the street to
stroll, not even when Lel begged her to come.
Meanwhile, spring had returned. The glorious sun rose higher and higher, the snow melted, the
tender grass sprouted, the bushes turned green, the birds sang and made their nests. But the
more the sun shone, the paler and sadder Snegurochka grew.
One beautiful spring morning Lel came to Snegurochka’s little window and pleaded with her to
come out with him, just once, for just a moment. For a long while Snegurochka refused to
listen, but finally her heart could no longer resist Lel’s pleas, and she went with her
beloved to the edge of the village.
“Lel, oh my Lel, play your flute for me alone!” she asked. She stood before Lel, barely
alive, her feet tingling, not a drop of blood in her pale face!
Lel took out his flute and began to play Snegurochka’s favorite air. She listened to the song, and tears rolled down from her eyes. Then her feet melted beneath
her; she fell onto the damp earth and suddenly vanished. Lel saw nothing but a light mist rising from where she had fallen. The vapor rose, rose, and
disappeared slowly in the blue sky ...
# References (^.^) :
* http://www.youtube.com/watch?v=dK9S_KOpyfs * http://www.youtube.com/watch?v=nFRHHo1rQV4
Another video of snow maiden :
Thank you for visiting my home page ~(^.^~)(~^.^)~
~(^.^~)(~^.^)~ 気に入って頂けるといいのですが。
Ki ni itte itadakeru to ii no desu ga
I hope you like it.. ~ <3
Subscribe to:
Posts (Atom)